Badai Meteor Terbesar Dekade Ini Terjadi 2011?
Satelit-satelit seperti Hubble Space Telescope dan Stasiun Luar Angkasa Internasional menghadapi ancaman badai meteor yang diperkirakan terkuat dalam satu dekade ini.
Hubble Space Telescope adalah teleskop luar angkasa yang dibawa ke antariksa oleh pesawat luar angkasa pada April 1990. Teleskop tersebut mengambil nama astronom Amerika Edwin Hubble.
Para astronom di Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA) memperkirakan badai meteor yang bakal terjadi selama tujuh jam tahun depan bisa menghantam satelit di luar angkasa dan merusak peralatan elektronik di dalam satelit tersebut.
Para ilmuwan NASA mengatakan badai yang berisi puing-puing komet tersebut akan menghasilkan pemandangan spektakuler bagi orang-orang yang suka melihat bintang di angkasa.
NASA mengatakan badai yang melewati orbit bumi di sekitar matahari setiap Oktober datang dari hujan meteor yang disebut Draconids. Nama Draconids diambil karena meteor-meteor tersebut mengalir dari arah peta bintang Draco. Hujan tersebut juga diberi nama Giacobinids karena mengambil nama dari komet yang melempar mereka, Giacobini-Zinner.
Para ilmuwan di NASA mengaku belum tahu seberapa serius dampak dari badai tersebut. Tetapi para operator pesawat-pesawat luar angkasa telah diberitahu agar mengembangkan mekanisme pertahanan diri.
NASA pun saat ini sedang mempertimbangkan untuk memindahkan stasiun luar angkasa internasional dan Hubble Space Telescope ke wilayah yang kemungkinan tidak terkena badai.
Perjalanan luar angkasa juga bisa dilarang sampai ancaman badai meteor tersebut berakhir.
Selain ancaman fisik ketika badai menghantam secara langsung, gelombang medan listrik statik dari badai tersebut bisa membakar peralatan elektronik yang vital.
Intensitas badai biasanya rendah tiap tahun, tetapi bisa meningkat secara drastis setiap 13 tahun ketika bumi melewati wilayah terpadat dalam aliran tersebut.
Intensitas tertinggi terjadi pada 1933 ketika badai mengeluarkan 54 ribu meteor per jam. Sementara, pada 1946, tercatat 10 ribu meteor.
Jumlah meteor terbanyak dalam badai tersebut pada 1998 mencapai ratusan setiap jam.
Dr William Cooke dari Meteoroid Environment Office NASA di Alabama mengatakan pihaknya sudah menyiapkan langkah antisipatif untuk menghindari masalah akibat badai tersebut.
Menurut prediksi dari program komputer COoke menyimpulkan ratusan meteor per jam bisa terlihat dari bumi pada 8 Oktober tahun depan.
“Sebelumnya, kami tidak mengetahui apa yang terjadi. Kini kami bisa merasa lebih lega,” ujar Cooke. “Kami sudah bekerja sama dengan program-program NASA (lainnya) untuk mengatasi risiko terhadap pesawat luar angkasa.”
Sumber: http://www.tempointeraktif.com/hg/iptek/2010/06/18/brk,20100618-256340,id.html
Galaksi Bimasakti terancam di Tabrak Awan Raksasa, Gumpalan awan raksasa yang mengandung gas hidrogen dalam volume yang sangat besar tengah melesat mendekati piringan Galaksi Bimasakti,tempat tata surya kita bernaung.
Tabrakan dahsyat yang diperkirakan terjadi antara 20-40 juta tahun lagi akan menghasilkan kembang api raksasa yang spektakuler sekaligus memusnahkan segala bentuk-bentuk kehidupan.Objek tersebut diberi nama Awan Smith, diambil dari nama GailSmith, seorang astronom AS yang mendeteksinya pertama kali pada tahun 1963 saat meneliti di Universitas Leiden, Belanda.
Sejak ditemukan, para astronom masih berdebat apakah awan tersebut benar-benar mendekati galaksi Bimasakti atau menjauhinya. Rekaman data yang ada selama ini masih terbatas dan tidak jelas apakah objek tersebut bagian dari kabut Bimasakti atau masih bergerak ke arahnya.
Sejauh ini, para peneliti hanya mendeteksi gas dan tidak ada satupun bintang di dalamnya. Satu-satunya cara melihtanya adalah dengan teleskop radio karena gas dingin tidak memancarkan cahaya, tetapi memantulkan gelombang radio.
Jika dilihat dari Bumi, lebar gumpalan awan tersebut sebanding dengan 30 kali lebar Bulan.
Dari kepala ke ujung ekornya cukup untuk menyelimuti rasi bintang Orion. Hasil pengamatan baru menggunakan teleskop radio terkendali paling besar di dunia, Teleskop Green Bank (GBT) di Virginia Barat, AS,menunjukkan bahwa objek tersebut bergerak ke arah galaksi Bimasakti.
Bahkan seperti dilaporkan gabungan tim astronom dari Observatorium Astronomi Radio Nasional AS (NRAO) dan Universitas Winconsin Whitewater dalam pertemuan Masyarakat Astronomi Amerika ke-211 di Austin, Texas baru-baru ini, gaya dorongnya telah menyentuh kabut Bimasakti.
“Jika tabrakan terjadi, hal tersebut akan memicu lahirnya formasi bintang-bintang baru. Akan banyak bintang raksasa yang terbentuk, berumur pendek, dan meledak sebagai supernova yang memancarkan cahaya menyilaukan,” ujar Ketua tim peneliti, DR. Felix Lockman, dari NRAO.
Sebab, Awan Smith membawa energi sangat besar berupa gas hidrogen yang cukup untuk membentuk jutaan bintang seukuran Matahari. Awan Smith merupakan gumpalan gas yang berukuran panjang mencapai 11.000 tahun cahaya dan lebar 2.500 tahun cahaya.
Objek tersebut saat ini berada 40.000 tahun cahaya dari Bumi dan 8.000 tahun cahaya dari piringan Bimasakti.Objek yang pantas disebut kabut monster di ruang kosmos ini bergerak dengan kecepatan 240 kilometer perdetik dan diperkirakan menabrak piringan galaksi Bimasakti dengan kemiringan 45 derajat.
Tabrakan akan terjadi di pinggir piringan Bimasakti yang jarak ke pusatnya hampir sama dengan jarak tata surya kita ke pusat galaksi. Namun, posisinya jauh dari tata surya kita, diperkirakan berjarak 90 derajat terhadap pusat piringan.
Sumber: http://www.duniapustaka.org/2010/06/galaksi-bimasakti-terancam-bertabrakan.html
Misteri ‘Monster Hijau’ AngkasaIlmuwan telah mengungkap misteri ‘awan hijau’ yang berada di ruang antar-galaksi. Awan hijau misterius itu ditemukan oleh seorang guru asal Belanda pada 2007, Hanny van Arkel. Belakangan, awan hijau itu dikenal dengan Hanny’s Voorwerp.
Seperti dilansir ABC News, Selasa 29 Juni 2010, lokasi awan hijau misterius itu berada dekat dengan galaksi Spiral IC 2497. Letak awan hijau raksasa itu berjarak sekitar 700 juta tahun cahaya dari bumi, tak jauh dari dari gugusan bintang Leo Minor.
Gumpalan hijau itu menarik perhatian karena memiliki diameter lubang yang cukup besar. Gumpalan hijau ‘mengerikan’ itu memiliki panjang diameter sekitar 16.000 tahun cahaya.
Meskipun gumpalan ‘monster’ hijau itu berada di ruang galaksi, tetapi benda itu tidak bisa disebut galaksi. Sebab, ilmuwan mengetahui bahwa gumpalan hijau itu tidak berisi rasi bintang.
Spektografik, pengukur garis spektrum cahaya dan panjang gelombang, memastikan bahwa gumpalan hijau itu adalah awan gas raksasa.
Kendati demikian, para ahli perbintangan tidak dapat menjelaskan mengapa awan gas raksasa itu bisa mengeluarkan warna hijau. Dan itu masih misterius.
Galaksi yang berada di dekat awan raksasa hijau itu, galaksi IC 2497, dilaporkan pernah meledak sekitar 10.000 tahun lalu. Akibat ledakan dramatis itu terjadi radiasi quasar.
Dan yang terjadi saat ini, gumpalan hijau itu diduga kuat efek dari ledakan dahsyat itu. Dengan kata lain, Hanny’s Voorwep adalah gema dari cahaya quasar.
Sumber: http://dunia-statistik.blogspot.com/2010/06/misteri-monster-hijau-angkasa-kini.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar