Jumat, Januari 29, 2010

Maling Ayam dan Koruptor

Ditulis oleh: Al Jupri



Kenapa hukuman bagi koruptor lebih “enak” daripada tukang maling ayam? Sering kita lihat di media masa bagaimana seorang pencuri (maling) ayam babak belur dihajar masa. Berdarah-darah, dengan muka hampir tak berbentuk lagi. Dan yang paling tragis, ada juga yang dibakar hidup-hidup, disiram minyak atau bensin, tak kenal kasihan. Ngeri bila kita menyaksikannya. Di lain pihak, tak jarang pula kita saksikan bagaimana seorang koruptor, yang telah menggondol milyaran uang rakyat, hukumannya malah “enak”. Tak tersentuh pentungan aparat hukum, apalagi hajaran masa. Dengan fasilitas serba lengkap dan wah, sang koruptor bisa nyenyak tidur walau tinggal dalam penjara. Sang koruptor hanya pindah tidur, dari rumahnya ke “hotel” yang ada di penjara. Untung itu juga bisa ketangkap dan dipenjarakan. Sedangkan koruptor-koruptor lain, masih bisa dengan lihai lepas dari jerat hukum dengan alasan kesehatan. Tak adil! Itulah pastinya, bagi kita kebanyakan, yang bisa dikatakan. Tapi, ada teman saya yang mengatakan bahwa sebenarnya sudah adil (untuk ukuran dunia). Entah, saya tak tahu apakah teman saya itu bercanda atau serius. “Adil apanya?”, pikir saya mula-mula. Dengan kecemerlangan idenya, teman saya itu memberi jawaban matematis yang masuk akal atas pertanyaan yang saya tulis di awal artikel ini. Supaya lebih enak dibaca dan tak menyinggung langsung pihak-pihak tertentu, saya tak akan langsung menceritakan jawaban yang diutarakan teman saya itu. Saya lebih suka mendongeng saja. Biar bisa menulis lebih banyak, biar bisa bermain kata-kata, biar bisa lancar bertutur secara tulisan, biar busa kata yang menumpuk ini bisa keluar. Dan, biar-biar yang lainnya. Ya sudah, mudah-mudahan Anda tak sabar. Begini dongeng bohong-bohongannya. Sebut saja namanya Buxh, seorang koruptor yang baru saja diadili dan kena hukuman selama lima tahun penjara. Sebut juga Walxer, seorang raja maling ayam yang sudah bikin polisi bosan karena seringnya ia keluar masuk penjara. Kali ini Walxer dihukum agak lama, selama setahun, karena selain mencuri ayam ia juga melukai sang pemilik ayam yang berusaha mempertahankan ayamnya. Kebetulan, Buxh dan Walxer untuk sementara diinapkan di sel yang sama. Dalam sel tersebut, terjadilah perbincangan hangat di antara mereka. Seperti layaknya orang yang baru kenal, mereka pun memulai obrolan dengan basa-basi dulu. Selanjutnya begini obrolannya itu. **Walxer:** “Hai Buxh, kamu enak ya banyak uang. Hukumannya juga bakal enak, *ga* akan lama di sini. Sebentar lagi kamu pindah ke tempat yang nyaman” **Buxh:** “Iya dong..” **Walxer:** “Wah, dunia ini *ga* adil, pengadilan di negeri ini *ga* adil. Kamu yang maling milyaran uang rakyat malah akan dihukum di tempat enak. Aku, yang cuma maling ayam untuk nyambung makan saja, harus babak belur begini. Sial!” **Buxh:** “Hush…, siapa bilang ga adil?” **Walxer:** “Lho... kamu ini gila ya...? *Bayangin aja*, kamu *nyuri* uang milyaran, lha aku cuma maling ayam, yang paling kalau dijual laku Rp. 30.000 perak saja! Aku dibikin bonyok begini, lha kamu malah akan enak-enakan nanti...” **Buxh:** “Gini aja, kita bandingkan secara matematis, mana di antara kita yang paling banyak merugikan. Kamu Rp. 30.000, dan aku Rp. 2.000.000.000 (dua milyar)...” **Walxer:** “Lhooo kamu ini, di mana-mana juga, dua milyar itu pasti jauh lebih gede daripada tiga puluh ribu perak... gila kamu! *Ga* usah dibandingkan juga sudah jelas!” **Buxh:** “*Gini* cara membandingkannya. Kamu kan *nyuri* ayam pada satu orang. Harga ayam Rp.30.000. Jadi, Rp 30.000 dibagi sengan satu, artinya kamu merugikan orang lain sebesar Rp. 30.000” Walxer mendengarkan dengan serius….. **Buxh:** “Nah, sedangkan aku, *ngambil* uang rakyat negeri ini, cuma dua milyar. Nah, kamu tahukan kalau jumlah rakyat di negeri ini sekitar 200.000.000 (dua ratus juta) jiwa? Makanya, aku hanya merugikan orang lain itu cuma Rp.10 (sepuluh rupiah) saja, hasil dari dua milyar dibagi dua ratus juta. Iya *engga*? Makanya wajar saja, hukuman aku enak. Lha wong cuma Rp. 10,- saja, mana mungkin ada yang tega memukuli aku gara-gara *nyuri* uang segitu, sepuluh perak yang tak berarti…” Walxer termenung memikirkan penjelasan Buxh, dan… **Walxer:** “ Iya ya…., wah kalau begitu enak juga jadi koruptor…?” (Pikiran Walxer melayang-layang, ....) Perbincangan pun sempat terhenti beberapa saat. Buxh tampak bangga bisa meyakinkan Walxer. Kemudian...? Saya sebenarnya ingin melanjutkan dongeng tersebut. Berhubung, khawatir menyinggung-nyinggung secara langsung, ya saya hentikan saja dongengnya. Mau tahu lanjutannya? Tentang Penulis: Master Student of Freudenthal Institute, Utrecht University, The Netherlands Jurusan Pendidikan Matematika, Universitas Pendidikan Indonesia (dulu, namanya IKIP Bandung)

Catatan: Tulisan ini bisa juga dibaca di sini:
http://mathematicse.wordpress.com/2007/04/01/maling-ayam-dan-koruptor/

Tidak ada komentar: